Hakekat Iltizam (Komitmen pada Agama)
HAKEKAT ILTIZAM (KOMITMEN PADA AGAMA)
Oleh
Syaikh Abdullah Al Jibrin rahimahullah
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya.
Sungguh bahagia akhir-akhir ini kita menyaksikan banyak diantara pemuda muslim yang berusaha komitmen terhadap agamanya. Mereka berusaha untuk mengamalkan syariat yang Allah turunkan dan mengikuti sunnah yang Rasulullah ajarkan. Pada artikel yang ringkas ini kami ingin berbicara secara ringkas tentang iltizam, hakekatnya, dalil-dalil dari Al Kitab dan As Sunnah tentangnya, juga tentang keadaan dan sifat seorang yang multazim.
Makna Iltizam
“Iltizam” adalah sebuah kata yang secara umum bisa diartikan komitmen pada agama atau yang selainnya. Adapun pada zaman ini istilah iltizam dimutlakkan pada makna istiqomah diatas syariat dan berpegang teguh pada agama.
Pemuda Mutlazim, Siapakan Dia?
Seorang pemuda multazim adalah seorang pemuda yang istiqamah diatas syariat dan mengamalkannya, serta mengikuti sunnah/ajaran Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Dia mengamalkan baik amalan yang wajib, yang sunnah (dalam ibadah maupun kebaikan lainnya), maupun yang fardhu kifayah. Jika ada seorang pemuda yang memanjangkan jenggot, tidak isbal (pakaiannya diatas mata kaki), menjaga sholatnya, bergaul dengan orang-orang yang baik, bersegera dalam kebaikan, jauh dari maksiat, suka mendatangi majelis ilmu, maka masyarakat akan mengatakan “dia pemuda multazim”. Tentu hal ini tidak salah, tetapi yang disebutkan tadi hanya sebagian dari sifat-sifat seorang pemuda multazim. Agar semakin jelas dan utuh gambaran tentang iltizam, setelah ini kami akan menyebutkan dalil-dalil dari al Qur’an dan Sunnah tentang iltizam serta keadaan dan sifat seorang yang multazim.
Dalil-Dalil dalam Al Qur’an
Pertama, iltizam adalah al I’tishom. Allah berfirman,
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai [Ali Imran/3: 103]
I’tishom artinya menetapi sesuatu dan berpengang teguh dengannya. Hablullah (tali Allah) adalah segala sesuatu yang menghantarkan pada keridhaanNya, menghantarkan pada pahala, dan menghantarkan pada surgaNya.
Kedua, iltizam adalah at Tamassuk. Allah berfirman,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. [Al Baqarah/2: 256]
Tamassuk artinya memegang sesuatu secara erat dengan segala kekuatan yang dimiliki. Ini adalah perintah dari Allah untuk berpengang dengan syariatNya dengan segala daya dan kekuatan yang dimiliki.
Ketiga, iltizam adalah Al Istiqomah. Allah berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. [Al Ahqaaf/46: 13]
Istiqomah artinya jalan yang lurus yang tidak berbelok juga tidak menyimpang. Ibnu Qayim mengatakan, Saya mendengar Syaikhul Islam ibn Taimiyah mengatakan, “Istiqomahlah kalian untuk mencintaiNya dan beribadah padaNya dan jangan menoleh ke kanan maupun ke kiri” [lihat Madarikus Salikin Ibn Qayim 2/104]
Dalil-Dalil dalam As Sunnah
Pertama, hadits dari Sufyan bin Abdillah at Tsaqafy radhiyallahu anhu. Dia berkata, saya mengatakan “Wahai Rasulullah katakan kepada saya sebuah ucapan dalam Islam yang saya tidak akan bertanya lagi seorang pun setelah Anda.” Rasulullah bersabda, “Katakan ‘aku beriman kepada Allah’ lalu beristiqomahlah.” [HR Muslim]
Kedua, hadits dari ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu. Dia berkata, Rasulullah sholat subuh bersama kami, lalu beliau memberi wejangan kepada kami dengan wejangan yang begitu dalam yang mana dengannya air mata bercucuran dan hati pun bergetar. Maka seorang sababat berkata, Wahai Rasulullah, seolah-olah itu adalah wejangan seseorang yang ingin pergi maka nasehati kami. Rasulullah bersabda, “Saya wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan selalu mendengar dan patuh (pada pemimpin) walaupun dia adalah seorang budak Habasyi. Sesungguhnya barang siapa diantara kalian hidup setelahku maka akan melihat perselisihan yang banyak. Hendaklah kalian memegang sunnahku dan sunnah khulafa’ ar rasyidin setelahku, gigitlah dia dengan gigi geraham. Dan waspadalah kalian dengan sesuatu yang baru, karena setiap bid’ah adalah kesesatan.” [HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ad Darimi. Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih]
Ketiga, hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu. Beliau berkata, Rasulullah menggaris sebuah garis dengan tanganya lalu bersabda, Ini adalah jalan Allah yang lurus. Lalu beliau menggaris di kanan dan kirinya lalu bersabda, “Ini adalah jalan-jalan yang mana tidaklah ada satu jalanpun kecuali ada syaithan yang menyeru kepadanya.” Lalu beliau menbaca firman Allah,
وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) , karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. [Al An’am/6: 153]
[HR Ahmad, Ibn Majah, dan Al Hakim. Berkata Al Arnauth dalam Syarhus Sunnah 1/196 dalam hadits nomor 97: Sanadnya hasan]
Keadaan Seorang yang Multazim
Pertama: Berpegang teguh dengan Sunnah
Seorang pemuda yang multazim adalah seorang pemuda yang berpegang teguh dengan sunnah dalam setiap sendi kehidupannya. Dia tidak memperdulikan orang-orang yang menyelisihi, merendahkan atau mengejekknya. Dia adalah ahlussunnah, ahlussyariah, dan dia adalah jama’ah, meskipun yang mengikutinya sedikit. Dia selalu berusaha meniti jalannya Rasulullah dan para sahabatnya. Sebagaimana disebutkan Rasulullah dalam hadits iftiraqqul ummah tentang sifat golongan yang selamat “Ma ana ‘alaihi wa ashhaabiy” – artinya Seseorang yang berada diatas apa yang aku dan para sahabatku diatasnya- [HR Tirmidzi]
Kedua: Menuntut Ilmu
Seorang pemuda multazim adalah seorang pemuda yang semangat menuntut ilmu. Dengan ilmu dia akan berada diatas cahaya dan petunjuk, serta jauh dari kejahilan dan kesesatan. Alhamdulillah sekarang banyak sekali sarana menuntut ilmu seperti majelis-majelis ilmu, kitab-kitab ulama, pesantren dan universitas islami, rekaman kajian, dll.
Ketiga : Meninggalkan bid’ah, maksiat dan hal yang sia-sia
Sesungguhnya seorang pemuda multazim senantiasa berpegang teguh dengan sunnah dan menjauhi tiga hal diatas (bid’ah, maksiat dan perkara sia-sia). Betapa banyak kita dapati zaman ini para da’i yang menyeru kepada kebid’ahan padahal syari’at ini telah sempurna dan tidak perlu tambahan. Begitu juga dengan kemaksiatan, betapa banyak telah tersebar dimasyarakat. Bahkan kita dapati para penyeru yang menghiasi kemaksiatan dan mengatakan bahwa itu adalah kebutuhan, kemajuan, dsb. Seperti orang mengatakan bahwa musik dapat menyegarkan badan, dapat merefreshkan pikiran, musik adalah makanan ruh, dst… Padahal sebenarnya musik memiliki banyak kemudharatan bagi manusia dan dalil-dalil pun dengan jelas menunjukkan keharamannya. Tidak hanya bid’ah dan maksiat saja yang harus dihindari seorang pemuda multazim, tetapi juga hal yang sia-sia. Allah berfirman tentang orang-orang beriman,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. [Al Mu’minun/23: 1-3]
Keempat: Berdakwah Ilallah
Setelah Allah mengaruniai seorang pemuda ilmu dan keistiqamahan maka hendaknya dia mendakwahkannya. Dimulai dengan mendakwahi keluarga, teman-teman dekat lalu masyarakat pada umumnya. Apakah kita tidak merasa berbahagia bisa menjadi jalan atau sebab kebaikan bagi orang lain? Rasulullah shollallahu alahi wasallam bersabda pada sahabat Ali radhiyallahu anhu, “Seandainya Allah memberi petunjuk seseorang lewat perantaramu maka itu lebih baik bagimu daripada seekor onta merah.” [HR Bukhari dan Muslim]. Diantara salah cara terjun di dunia dakwah adalah dengan menjadi khatib, menjadi imam masjid, membantu memakmurkan masjid baik secara materi maupun maknawi dan lainnya.
Diantara Sifat atau Akhlaq Seorang Multazim
Pertama: Memiliki mu’amalah yang baik. Mu’amalah yang baik adalah sifat seorang muslim, apalagi seorang yang multazim. Jangan sampai seorang yang multazim bersikap kasar, keras dan semisalnya. Rasulullah besabda, “Bertaqwallah kepada Allah dimanapun kamu berada, ikutilah setiap kejelekan dengan kebaikan yang akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik” [HR Tirmidzi, beliau berkata: hasan].
Kedua, beradab dengan orang lain, baik terhadap tetangga dan menunaikan amanah. Ketiga, menundukkan pandangan, mencegah gangguan, menjawab salam, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Dan sifat baik lainnya.
Semoga bermanfaat, Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulullah serta keluarga dan sahabatnya.
Diterjemahkan secara bebas dan diringkas dari kutaib “Haqiqatul Iltizam” Syaikh Dr. Abdullah bin Jibrin rahimahullah. Abu Zakariya Sutrisno [Riyadh, 5 Jumadil Awal 1434/17 Maret 2013]
Disalin dari ukhuwahislamiah
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4836-hakekat-iltizam-komitmen-pada-agama.html